| Foto. Asrori Humas PT. Kerinci Merangin Hydro dan masyarakat Desa Pulau Pandan dan desa Karang Pandan melakukan demonstrasi beberapa hari sebelumnya. |
Kerinci. Konflik antara masyarakat Desa Pulau Pandan dan Karan Pandan dengan pihak PLTA Kerinci Merangin Hidro hingga kini belum menemukan penyelesaian yang mengikat. Persoalan ganti rugi lahan menjadi inti tuntutan warga, yang mengaku janji kompensasi belum sepenuhnya direalisasikan.
Sejumlah warga Pulau Pandan menegaskan, janji kompensasi disampaikan oleh Asroli, pihak yang disebut berwenang mengambil kebijakan di PLTA Kerinci, sebelum lahan yang dipersengketakan digunakan untuk proyek.
“Kami hanya menuntut janji Pak Asroli untuk membayar ganti rugi lahan yang dipakai PLTA,” ujar seorang warga. Ia mengaku mengingat pernyataan Asroli saat itu: *“Satu batang saja akan kami ganti.”
Namun, hingga kini warga menilai janji tersebut belum terealisasi sesuai harapan, sehingga tuntutan kembali disuarakan.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Staf Humas PLTA Kerinci, Pino, menjelaskan bahwa pihaknya telah membayar kompensasi Rp5 juta per kepala keluarga secara transparan dan adil, sesuai kesepakatan di Desa Pulau Pandan dan Karan Pandan. Pembayaran, kata dia, berlangsung sejak 25 Juni hingga 19 Agustus mendatang.
“PLTA bekerja di lahan sendiri, bukan di lahan masyarakat. Memang ada beberapa orang atau kelompok kecil yang menuntut kompensasi sebesar Rp300 juta per KK, namun hal itu tidak wajar sehingga tidak bisa dipenuhi,” jelas Pino.
Ketua LSM Peduli Alam Sakti (PEDAS), Efyarman, menilai proyek PLTA memiliki manfaat strategis meski ada dampak negatif, seperti pengalihan fungsi sungai yang mengancam habitat air. “Manfaatnya besar, tapi kepentingan masyarakat harus diutamakan. Jangan sampai ada kepentingan kelompok atau pribadi yang memicu konflik sosial berkepanjangan,” tegasnya.
Efyarman juga menekankan pentingnya jaminan tertulis kepada pemerintah daerah terkait dampak lingkungan, serta keterbukaan laporan CSR dan kontribusi pajak air permukaan kepada publik. Menurutnya, informasi ini harus disosialisasikan agar masyarakat memahami manfaat dan kontribusi proyek.
LSM PEDAS mendorong pemerintah daerah turun langsung ke lapangan untuk menganalisis dampak, berdialog dengan warga, dan tidak hanya menerima laporan sepihak. Pemerintah desa juga diminta menggelar musyawarah melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda, dan pihak terkait lainnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan mengenai penyelesaian konflik secara berkelanjutan antara masyarakat dan pihak PLTA Kerinci.
Penulis & Reporter : Prengki DS
Editor : Irawan S