Kerinci – fokuskerinci.com - Bangunan Café dan Penginapan Lombok Ijo yang terletak di bantalan Danau Kerinci, tepatnya di Desa Tanjung Batu, kembali menjadi sorotan publik. Hasil penelusuran tim FokusKerinci.com menemukan bahwa tempat usaha tersebut diduga kuat tidak memiliki izin resmi serta melanggar ketentuan lingkungan hidup dan tata ruang.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan bersama sejumlah LSM
dan warga peduli lingkungan, bangunan yang berdiri hanya beberapa meter dari
tepian danau itu diduga tidak mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Bahkan, aktivitas pembuangan air limbah dari dapur dan toilet langsung
mengalir ke danau, mencemari air dan berpotensi merusak habitat biota Danau
Kerinci.
Tindakan ini dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta
bertentangan dengan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang dan Penggunaan
Lahan di Kabupaten Kerinci, yang mewajibkan bangunan di sekitar danau dan
sungai memenuhi standar lingkungan tertentu.
Parahnya, saat tim fokuskerinci.com mencoba
mengonfirmasi langsung kepada pihak pemilik, kami justru mendapat perlakuan
tidak menyenangkan. Sang owner bertindak arogan, membentak, dan mengusir
jurnalis dengan kata-kata kasar. “Lari kamu! Sini apa urusan kamu? Ini tempat
kami!” ujar pemilik dengan nada tinggi. Insiden terjadi setelah tim media
menyelesaikan pembayaran konsumsi di tempat tersebut. “Untung saja kami sudah
bayar, kalau belum, bisa jadi lebih parah makian yang kami terima,” ujar salah
satu anggota tim peliputan.
Danau Kerinci, sebagai ikon pariwisata utama Kabupaten
Kerinci dan Provinsi Jambi, seharusnya mendapatkan perlindungan maksimal.
Keberadaan bangunan tanpa izin di bantalan danau yang rentan terhadap
pencemaran justru memperburuk kondisi lingkungan dan merusak potensi wisata
yang seharusnya bisa mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Seorang praktisi dan pemerhati lingkungan dan penggiat pariwisata, Hendi
Wisnu, turut memberikan pandangan kritis terhadap lemahnya pengawasan
pemerintah daerah. “Saya sangat menyayangkan sikap Pemda Kerinci yang abai
terhadap pengawasan pendirian bangunan di kawasan Danau Kerinci. Jika ada
pengawasan dari awal, seharusnya bangunan ini bisa ditarik mundur minimal 50
meter dari garis sempadan sungai,” jelas Hendi saat dihubungi via telepon.
Ia juga menyoroti keberadaan kerambah ikan yang semakin
memenuhi permukaan danau, menjadikan kawasan wisata ini tampak semrawut. “Semua
harus ditata ulang. Jika ingin menjadikan Kerinci sebagai destinasi wisata
unggulan, maka Pemda dan dinas teknis, terutama Dinas PUPR bidang tata ruang,
harus bergerak cepat dan tegas.”
Pihaknya juga mendesak pemerintah untuk memberikan edukasi
dan sosialisasi kepada masyarakat terkait tata ruang dan aturan lingkungan.
“Kami minta ada pengawasan ketat dan ketegasan terhadap pelaku usaha ilegal di
sekitar Danau Kerinci. Jangan sampai potensi wisata kita hancur karena
pembiaran seperti ini.”